Rabu, 06 Oktober 2010

Bahagia Dalam Sedih Sepulang Ibu Haji (Bag I)

Salah satu peristiwa tersedih yang saya alami pada awal tahun 2008. Pada tahun 2006 saya diskusi dengan istri, pada waktu itu mempunyai sedikit tabungan. Saya menyampaikan maksud hati saya dan merupakan cita-cita panjang yang sudah lama saya dicita-citakan yaitu untuk memberangkatkan haji Ibu kami tercinta. Akhirnya istri setuju dengan ikhlas dan memberikan support penuh ke saya. Sesuai peraturan kami harus mempunyai minimal 20 juta untuk mendapatkan porsi keberangkatan di tahun 2007 akhir. Dan syarat itu kami penuhi dengan tabungan yang sudah lama kami siapkan

Singkat cerita menjelang bulan keberangkatan kamipun sibuk mempersiapkan peralatan yang akan di pakai, Termasuk saya mondar-mandir untuk urusan administrasi dan kesehatan, karena Ibu tidak mau diantar selain oleh saya, menurut beliau saya termasuk paling pinter "ngemong" orang tua, subhanallah, alhamdulillah, sanjungan yang mengharukan. Sampai proses keberangkatanya kami sibuk menyiapkan dari peralatan, pakaian ihram sampai bekal yang harus dibawa dari beras sampai Indomie, Dan Ibu berangkat dengan di iringi pengajian di Masjid terbesar di kampung kami dengan meriah di antar oleh warga kampung kami termasuk oleh anak, cucu dan buyut

Setelah menunggu proses panjang hampir 40 hari sampai waktu kepulangan Ibu, Anak cucu buyut begitu suka citanya ingin menyambut neneknya yang baru pulang dari haji. Mengingat kami adalah keluarga besar ditambah budaya dan tradisi di dusun kami dimana ada ceremonial prosesi penyambutan di Masjid bersama warga.

Pagi menjelang kepulangan Ibu sekali lagi kami mempersiapkan segalanya termasuk ada penyambutan di masjid. Pagi-pagi betul kami memjemput kepulangan Ibu yaitu di Masjid Agung Sleman tempat dimana semua kloter diturunkan. Kami membayangkan peristiwa bahagia tersebut. Terlihat arak-arakan bus yang datang dari Solo. Satu persatu jamaah turun, kami cari sosok Ibu yang memang postur badanya kecil karena memang sudah sepuh dan dari dahulu memang tidak gemuk. Satu persatu kami lihat jamaah dari jarak 70 meter karena memang para penjemput tidak boleh masuk. Ternyata Ibu tidak kunjung muncul di antara para jamaah itu. Rasa risau pun mulai menghantui saya, sambil berkaca-kaca membayangkan yang enggak-enggak, Ibuku kok nggak ada. Bingung, risau, sedih campur jadi satu. Setelah lebih dari 30 menit kami sangat kaget, menemukan Ibu yang masih duduk di deket Bus, tapi masya Allah, Ibu dalam kondisi sakit, tidak bisa bergerak, dengan kondisi badan yang seperti tidak terurus, bahkan melihat anak dan cucu saja tidak bisa. Melihat kondisi itu saya meloncat pagar Masjid tanpa menghiraukan larangan para satpam penjaga yang hanya membatasi satu orang penjemput padahal satu jatah tersebut sudah dipakai sama kakak saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar