
Ketengan kami tidak berlangsung lama,karena setelah beberapa hari berjalan kondisi kesehatan Ibu kami mengalami drop lagi, Kami coba memeriksakan lebih intensif lagi ke Rumah Sakit yaitu JIH, Pada waktu itu langsung dipertemukan dengan dokter spesialis, Pemeriksaan pun memerlukan waktu yang lama, dari pemeriksaan fisik sampai ke scan. Setelah menjalani pemeriksaan beberapa saat salah satu hasilnya adalah bahwa HB Ibu terlalu rendah yaitu dinilai 5 padahal normalnya adalah 12, kesimpulan Dokter sementara penyebab drob nya kondisi Ibu kami adalah HB yang rendah sehingga harus dilakukan tranfusi darah.
Salah satu hasil pemeriksaan yang bikin kami kaget adalah bahwa di dalam tubuh Ibu ditemukan kanker yaitu di pundak yang jika saya raba lumayan besar padahal pada waktu berangkat haji kanker itu belum kelihatan sama sekali. Nah Dokter memberikan kesimpulan lagi bahwa penurunan kondisi fisik Ibu termasuk turunya HB adalah karena kanker yang dideritanya itu. Melihat kondisi ini kami sangat sedih mengingat beliau tinggal satu-satunya orang tua kami yang sangat kami cintai dan pingin saya mulyakan dengan segenap jiwa raga yang saya punyai. Kami tidak putus asa dan terus mencari penyelesaian secara medis, Oleh salah satu Dokter kami dirujuk ke Dokter spesialis Kanker yang merupakan Dokter RS. Panti Rapih. Kami tidak buang-buang waktu secepatnya kami konsultasi dengan beliau sambil membawa Ibu kami yang sudah sangat kesulitan bergerak apalagi berjalan.
Dalam pemeriksaan selanjutnya, ditengah kekhawatiran kami yang semakin menjadi, Bak disambar petir di siang bolong, Dokter spesialis kanker itu memberikan pernyataan kepada kami yang sangat mengagetkan dan membuat hancur hati kami yaitu bahwa masa hidup Ibu diprediksi tinggal tiga bulan. Karena kanker sudah merasuk kebagian tubuh bagian dalam dan sudah merusak beberapa organ vital. Hancur hati kami mendengar pernyataan itu, darah yang mengalir seakan tiba-tiba berhenti, badan yang tegap berdiri seakan-akan sudah tidak bisa menahan beban tubuh ini, aku yang biasanya tegar dan jarang sekali mengeluarkan air mata, menatap kosong ke langit-langit rumah sakit dan air mata pun tak tertahankan. Pikirku inikah akhir kebersamaanku bersama Ibu, Ibu yang telah membesarkanku, mendidiku, mendampingiku dalam kondisi kehidupan yang serba kekurangan. Aku sering inget ketika ditagih spp di sekolah, aku selau melapor ke Ibu, dengan segenap kemapuanya berusaha mencukupi tagihan spp sekolahku, ku inget kadang hanya menjual apa yang ada di kebun yang tidak seberapa hasilnya, ada daun sirih, pisang, menjual kelapa, buah rambutan. Aku juga masih inget ketika Ibu berusaha memperbaiki perekonomian kami dengan berjualan bubur dan nasi. Aktifitas jualan yang harus dimulai dari jam dua malam karena harus dimasak lebih dulu sebelum disajikan. Begitu tangguh dan gigihnya Ibu kami.
Waktu pun berjalan,hari demi hari,minggu demi minggu, bulan demi bulan dan pernyataan dokter itu pun bisa dikatakan benar, dalam waktu tiga bulan lebih sedikit kondisi ibu sudah sangat memprihatinkan, badan kurus kering tinggal kulit tipis yang membungkus tulang. Makan sudah tidak bisa bahkan mengingat orang yang ada disekitar saja sudah tidak bisa, Aku sadar betul inilah waktunya kami harus berpisah. Kutata hatiku ini, walau masih sangat sulit. Mengingat aku adalah anak ragil, anak yang paling deket dengan Ibu. Akulah anak yang paling "ditresnani" di antara yang lain. Kadang terbersit dalam pemikiranku sebuah permintaan kepada Allah, biar Ibu diberi kesempatan lagi untuk hidup, walaupun tidak bisa apa-apa, tapi jangan panggil Ibu lebih cepat Ya Allah, pintaku pada waktu itu. Aku ingin memuliakanya, karena saat itu adalah saatnya perekonimianku sedikit lebih mapan, karena sepanjang hidupnya Ibu hidup dengan rekoso alias tidak selayaknya seperti itu.
Tapi permohonan doaku belum dikabulkan, pikirku mungkin Allah lebih pantas memuliakan Ibu dari pada aku. Tepat tengah malam di hari Kamis malam Ibu dipanggil di sisi Allah SWT tepat tanggal 04-04-08. Di dalam kedukaanku yang amat mendalam terselip rasa sukur, di mana saya diberikan kesempatan untuk bisa menaikan Haji Ibu, Saya haqqul yakin Allah sudah mengatur semuanya. Alhamdulillah saya bisa memberikan hadiah terindah dimasa akhir hidup Ibuku."Allahummaghfirlaha, Warhamha, Wa'aafihi Wa'fu'anha..Amien".
Kisah selanjutnya menurut saya bukan hanya sebuah kebetulan, setelah dua tahun kami dapat memberangkatkan Ibu haji, secara tidak terduga saya mendapat fasilitas berangkat haji dari kantor, Subhanallah walhamdulillah kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk mendaftarkan istri untuk ikut serta mendaftarkan sebagai calon jamaah haji. Fa Insa Allah porsi kami ada ditahun 2013. Kuberpikir ini adalah hasil doa orang tua yang didengar Allah.
Aku juga juga harus berterima kasih kepada wanita cantik, tercantik di dunia menurutku, yang sudah mau menerima pria yang menurutku penuh dengan kekurangan, wanita cantik itu adalah istriku. Semoga keikhlasmu memberikan tabungan untuk bantuan haji ibu, dapat menjadi benih-benih kebaikan buat anak-anak kita, hubungan kita, dan jalan hidup kita. Amien
kawulo alit hanafi
Salah satu hasil pemeriksaan yang bikin kami kaget adalah bahwa di dalam tubuh Ibu ditemukan kanker yaitu di pundak yang jika saya raba lumayan besar padahal pada waktu berangkat haji kanker itu belum kelihatan sama sekali. Nah Dokter memberikan kesimpulan lagi bahwa penurunan kondisi fisik Ibu termasuk turunya HB adalah karena kanker yang dideritanya itu. Melihat kondisi ini kami sangat sedih mengingat beliau tinggal satu-satunya orang tua kami yang sangat kami cintai dan pingin saya mulyakan dengan segenap jiwa raga yang saya punyai. Kami tidak putus asa dan terus mencari penyelesaian secara medis, Oleh salah satu Dokter kami dirujuk ke Dokter spesialis Kanker yang merupakan Dokter RS. Panti Rapih. Kami tidak buang-buang waktu secepatnya kami konsultasi dengan beliau sambil membawa Ibu kami yang sudah sangat kesulitan bergerak apalagi berjalan.
Dalam pemeriksaan selanjutnya, ditengah kekhawatiran kami yang semakin menjadi, Bak disambar petir di siang bolong, Dokter spesialis kanker itu memberikan pernyataan kepada kami yang sangat mengagetkan dan membuat hancur hati kami yaitu bahwa masa hidup Ibu diprediksi tinggal tiga bulan. Karena kanker sudah merasuk kebagian tubuh bagian dalam dan sudah merusak beberapa organ vital. Hancur hati kami mendengar pernyataan itu, darah yang mengalir seakan tiba-tiba berhenti, badan yang tegap berdiri seakan-akan sudah tidak bisa menahan beban tubuh ini, aku yang biasanya tegar dan jarang sekali mengeluarkan air mata, menatap kosong ke langit-langit rumah sakit dan air mata pun tak tertahankan. Pikirku inikah akhir kebersamaanku bersama Ibu, Ibu yang telah membesarkanku, mendidiku, mendampingiku dalam kondisi kehidupan yang serba kekurangan. Aku sering inget ketika ditagih spp di sekolah, aku selau melapor ke Ibu, dengan segenap kemapuanya berusaha mencukupi tagihan spp sekolahku, ku inget kadang hanya menjual apa yang ada di kebun yang tidak seberapa hasilnya, ada daun sirih, pisang, menjual kelapa, buah rambutan. Aku juga masih inget ketika Ibu berusaha memperbaiki perekonomian kami dengan berjualan bubur dan nasi. Aktifitas jualan yang harus dimulai dari jam dua malam karena harus dimasak lebih dulu sebelum disajikan. Begitu tangguh dan gigihnya Ibu kami.
Waktu pun berjalan,hari demi hari,minggu demi minggu, bulan demi bulan dan pernyataan dokter itu pun bisa dikatakan benar, dalam waktu tiga bulan lebih sedikit kondisi ibu sudah sangat memprihatinkan, badan kurus kering tinggal kulit tipis yang membungkus tulang. Makan sudah tidak bisa bahkan mengingat orang yang ada disekitar saja sudah tidak bisa, Aku sadar betul inilah waktunya kami harus berpisah. Kutata hatiku ini, walau masih sangat sulit. Mengingat aku adalah anak ragil, anak yang paling deket dengan Ibu. Akulah anak yang paling "ditresnani" di antara yang lain. Kadang terbersit dalam pemikiranku sebuah permintaan kepada Allah, biar Ibu diberi kesempatan lagi untuk hidup, walaupun tidak bisa apa-apa, tapi jangan panggil Ibu lebih cepat Ya Allah, pintaku pada waktu itu. Aku ingin memuliakanya, karena saat itu adalah saatnya perekonimianku sedikit lebih mapan, karena sepanjang hidupnya Ibu hidup dengan rekoso alias tidak selayaknya seperti itu.
Tapi permohonan doaku belum dikabulkan, pikirku mungkin Allah lebih pantas memuliakan Ibu dari pada aku. Tepat tengah malam di hari Kamis malam Ibu dipanggil di sisi Allah SWT tepat tanggal 04-04-08. Di dalam kedukaanku yang amat mendalam terselip rasa sukur, di mana saya diberikan kesempatan untuk bisa menaikan Haji Ibu, Saya haqqul yakin Allah sudah mengatur semuanya. Alhamdulillah saya bisa memberikan hadiah terindah dimasa akhir hidup Ibuku."Allahummaghfirlaha, Warhamha, Wa'aafihi Wa'fu'anha..Amien".
Kisah selanjutnya menurut saya bukan hanya sebuah kebetulan, setelah dua tahun kami dapat memberangkatkan Ibu haji, secara tidak terduga saya mendapat fasilitas berangkat haji dari kantor, Subhanallah walhamdulillah kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk mendaftarkan istri untuk ikut serta mendaftarkan sebagai calon jamaah haji. Fa Insa Allah porsi kami ada ditahun 2013. Kuberpikir ini adalah hasil doa orang tua yang didengar Allah.
Aku juga juga harus berterima kasih kepada wanita cantik, tercantik di dunia menurutku, yang sudah mau menerima pria yang menurutku penuh dengan kekurangan, wanita cantik itu adalah istriku. Semoga keikhlasmu memberikan tabungan untuk bantuan haji ibu, dapat menjadi benih-benih kebaikan buat anak-anak kita, hubungan kita, dan jalan hidup kita. Amien
kawulo alit hanafi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar